Kamis, 29 Agustus 2013

Jejak Pendakian Gunung Guntur, Garut

Hanya mw memberi tahu, postingan kali ini panjaaaaaaang sekali. Sekian.. ^^
Here it is the story..

Pada awalnya, tak terpikirikan untuk pergi menjejak ke puncak Guntur. 

Gunung Guntur

Ide pertama adalah menjelajah ke Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Tempatnya hutan dataran rendah, savanna, hutan mangrove, dan perbukitan. Namun, karena dinilai terlalu jauh dan biaya yang dibutuhkan tidak sedikit, tertolaklah ide tersebut.

Ide kedua adalah menyelam di Karimunjawa, salah satu taman bawah laut di Indonesia. Yupz, lagi-lagi tempat yang lumayan jauh menjadi alasan utama tertolaknya ide ini.

Kenapa tempat yang jauh menjadi alasan ditolaknya ide-ide?
Pertama, salah satu dari kami ada yang sudah bekerja, sehingga hanya bisa mengambil hari Sabtu dan Minggu untuk bepergian..
Kedua, saya dan Ryan harus bersiap menghadapi sidang tugas akhir dalam waktu dekat. Cukup gila memang merencanakan perjalanan saat detik-detik sidang tugas akhir. Anggap saja dengan berjalan-jalan, mental untuk menghadapi sidang tugas akhir akan meningkat. Yupz, kata seorang kawan, sometimes we need to slow down before speed up..

Yupz, pada akhirnya, Gunung Guntur menjadi pilihan untuk me-refresh diri. Saya sengaja tidak mencari tahu tentang Gunung Guntur sebelumnya. Kejutan, ya, saya mengharapkan kejutan dari Gunung Guntur. Biar penasaran aja sii. So, Ryan dan Ayam-lah yang mencari tahu dan membuat itinerary-nya dengan Ryan tentunya sebagai leader, karena dia yang paling berpengalaman..

Awalnya, ini adalah perjalanan yang direncanakan untuk kawan-kawan LSWK angkatan 34. Tapi, karena ternyata hanya berempat saja yang bisa, kami ajaklah satu orang tambahan. Hhe..
Inilah kawan-kawan saya:
M. Noor Amrizal Rifai (@amrizalrifai), panggilannya ayam. Fiskal UI 2010. Sesungguhnya ayam ini 2009, seangkatan dengan saya, tapi karena ayam punya cita-cita yang mulia, dia tes kembali setelah setahun berkuliah..
Ryan Hidayat (@ryanhdayat). Ilkom IPB 2009. Ryan ini sangat berpengalaman dalam mendaki gunung. Luar biasalah pokoknya, tingkatan dewa. Padahal dia bukan Mapala lho, hanya hampir, dua kali hampir malah.. Hha.. Peace yan.. :p
Annisa Ratnarosi (@ratnarose). Broadcast UI 2009. Ochi ini juga termasuk tingkatan dewa untuk ukuran cewek pendaki gunung. Wajar sii, anggota Mapala UI. Ochi selalu fasionable, sekalipun untuk urusan naik gunung. Sungguh..
Mellisa Illina (@melisyong). Ilkom IPB 2009. Ini kali kedua Imel mendaki gunung. Waktu yang pertama, bareng saya juga sii. Sepertinya nagih ni naik gunungnya..

Dan pergilah kami berlima..

Kiri-Kanan: Saya, Ayam, Imel, Ochi, Ryan

Jum'at Malam..

Kami berangkat terpisah, Saya, Ayam, dan Ryan berangkat dari Bogor sedangkan Ochi dan Imel langsung dari Jakarta. Kami semua bertemu di Terminal Kampung Rambutan. Dari Terminal Kampung Rambutan, kami naik bus menuju Garut. Harga resmi dari busnya 42K, tapi bisa ditawar, aneh memang, mungkin malam hari memang seperti itu. Owh ya, busnya cari yang via Cipularang, agar cepat, nyaman, dan ber-AC.

Satu lagi, jangan heran kalau dalam bus isinya hampir semua pendaki. Kenapa? Satu, ini jum'at malam, weekend. Waktu yang tepat untuk mendaki tanpa harus absen kerja. Dua, terdapat banyak gunung yang bisa didaki di Garut dengan berbagai pesonanya. Cari deh di google..

Di dalam bus, jangan lupa meminta kernetnya untuk menurunkan di SPBU (yang saya lupa namanya) yang dekat dengan pendakian awal Gunung Guntur. Khawatir tertidur pulas, seperti kami. Hha..

Kami sampai di SPBU sekitar pukul tiga dini hari. Karena matahari nampaknya masih lama terbitnya, kami pun tidur-tidur lucu terlebih dahulu di mushala yang ada di SPBU. Tapi hati-hati, jangan terlalu pulas, karena mushola di SPBU ini merupakan tempat shalat warga juga..

Tidur-tidur lucu

Saat matahari bersinar, kami mulai bersiap, memastikan carrier sudah ter-packing dengan baik, memastikan kotoran sudah terbuang (fahamlah maksudnya..), dan sarapan pagi..

Persiapan
Gunung Guntur, terlihat dari SPBU

Setelah persiapan sudah to the max, kami berjalan menyusuri desa, berharap mendapatkan tumpangan truk yang biasa menggali pasir dan batu. Sebenarnya kami sudah melalui jalan yang benar, jalan yang biasa dilalui truk, namun ternyata di jalan ini terdapat acara semacam syukuran gitu, sehingga truk-truk tidak bisa melalui jalan ini. Jadilah kami harus berjalan lebih jauh untuk mencapai suatu pertigaan..

Owh ya, dalam perjalanan ini kami bertemu dengan kelompok lain dari Backpacker Indonesia. Mereka berempat. Dan selanjutnya kami banyak saling membantu sepanjang pulang pergi puncak Guntur. Mengenai mereka, nanti akan diselipkan dalam cerita ini..
Memang, dalam pendakian itu, yang bikin cool salah satunya adalah banyak bertambahnya kawan. Setuju bukankah?

Menuju puncak Guntur, dimulai..
Berjalan lebih jauh

Kami pun berjalan sampai pertigaan. Di pertigaan ini kami tak perlu menunggu lama akan kedatangan truk. Saat kami menaiki truk, kami bertemu lebih banyak pendaki lain..

Setelah beberapa kali mendaki gunung, ada dua pertanyaan yang biasanya ditanyakan ketika bertemu pendaki lain..
Satu, asal dari mana..
Dua, kuliah di mana.. So, almamater matters..
Jadi jangan heran kalau pendaki yang baru kita temui ini ternyata merupakan teman dari "teman" kita.. Kata "teman" ini bisa jadi lebih dari satu kali perulangan. Semacam teman jauh gitu. Fahamlah..

Saat menaiki truk, semacam naik roller coaster gitu, bergoyang-goyang kesana kemari, terjatuh-jatuh, tersungkur.. Ya intinya, pegangan ke pinggiran truk aja sii, kecuali emang mau modus sok sok jatuh syalala.. -.-"

Di luar jatuh, modus, dan syalala lainnya, saya salut banget sama supir truknya. Sungguh jago banget. Jalan kecil, medan sulit, tapi lancar aja. Anehnya, malah orang-orang yang numpang ini yang pada takut banget kalau-kalau truknya terguling.. Termasuk saya..

Truk ini kan tujuannya ke tempat penggalian pasir dan batu. Jadi, sepanjang perjalanan tentunya akan disuguhi pemandangan pasir-pasir-pasir, batu-batu-batu, bekas-bekas pengambilan pasir dan batu. Tapi keren sii, kaya setting-nya film Lord of the Ring. Hhe..

Bersama pendaki lain menumpang truk
pasir-pasir-pasir dan batu-batu-batu
Berfoto bersama pendaki lain di awal pendakian

Setelah diturunkan truk, kami pun memulai pendakian. Jam tangan digital saya menunjukkan angka 08:48. Jalur pendakian di awal masih berupa hutan-hutan di mana warna hijau masih mendominasi pemandangan..

Tujuan awal kami adalah Curug Citiis. Kenapa? agar sekalian lewat, bisa menikmati keindahannya, dan mengisi persediaan air. Nah, kocaknya kami sempat salah jalan, jalan yang kami lalui ini merupakan jalur langsung ke puncak tanpa melalui curug. Untungnya ada Anja (salah satu dari Backpacker Indonesia) yang balik lagi mengejar kita untuk menunjukkan jalan yang benar..

Sebelumnya, saya menganggap Ryan ini udah dewa max dalam urusan naik gunung. Ternyata men, Anja lebih dewa lagi, padahal dia seangkatan sama saya. Dia ini anggota bazarnas, sering ikut lomba-lomba mendaki gunung, dan hampir semua gunung deh sudah dia kunjungin. Baru-baru ini dia ikut lomba muncak tiga gunung, yakni gunung putri, gede, dan pangrango. Tiga puncak ini dia lalui dalam waktu 22 jam. What.. Dia pun pernah survival selama sebulan, dari Leuser sampai krakatau. What.. Alat-alat yang dia miliki pun dari sponsor kebanyakan. What.. Hal ini terbukti, dia sampai puncak satu gunung guntur cepet banget, segitu di awal-awal dia sempet bulak balik ngasih tau jalan dan bawa carrier segede alaihim gambreng. Beda dunialah.. Hha..

Pendakian awal

Setelah berputar kembali dan melalui jalan yang benar, sampailah kami di Curug Citiis. Lumayan untuk mengistirahatkan diri sejenak. Curugnya tak begitu tinggi, namun masih bisa dibilang OK lah..

Curug Citiis
Bersama pendaki lain, beristirahat di curug

Setelah Curug Citiis, jalur pendakian mulai menanjak, menaiki batu demi batu. Pohon-pohon yang hijau berganti dengan ilalang-ilalang-ilalang. Di sebelah jaur pendakian, terlihat bekas aliran lava (atau magma ya? takut salah istilah) yang lumayan besar namun sudah ditumbuhi ilalang. Kota Garut pun mulai terlihat kecil di balik punggung kami..

Sebenarnya sedikit mereka-reka dengan kenapa disebut Gunung Guntur. Guntur itu bahasa sunda yang artinya petir. Nah, di tengah ilalang-ilalang itu suka terdapat pohon yang atasnya gosong gitu, mungkin karena terkena petir kali ya, petir kan menyambar sesuatu yang paling tinggi. Karena di antara yang lainnya yang paling tinggi itu pohon, jadilah pohon-pohon tersebut yang menjadi korban petir-petir. Mencoba beranalisis.. Untunglah kami berangkat saat cuaca bersahabat (baca: tidak hujan berpetir), jadinya tak perlu khawatir akan petir. Namun, teriknya matahari, sangat luar biasa menyedot tenaga. Ya, adil bukankah?

Ada lagi hal cool, di tengah ilalang-ilalang ada elang men berputar-putar di langit. Entah kenapa terlihat cool aja. Semacam excited abis gitu. Hha..

Lupa, ada lagi hal yang lebih cool. Ketemu pak camat men, dia bawa sepedanya ke puncak Gunung Guntur. Kami bertemu beliau saat dia sedang dalam perjalanan pulang. Pak Camat yang begitu tuh yang kerennya super. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia (Dasadarma pramuka nomor dua). Tak terbayangkan itu gimana caranya..

Tanjak - Garut di balik punggung - Pohon terkena petir

Bekas aliran larva, semoga terlihat..
Elang berputar-putar
Pak Camat dengan sepedanya
Istirahat sambil menunggu yang lain
Yang ditunggu datang..
Kembali mendaki.. Yoosha..

Pendakian berlanjut. Fase dimana puncak terlihat dekat tapi tak kunjung sampai, dimulai. Ditambah-tambah jalur pendakian sekarang semakin miring plus disesaki kerikil-kerikil dengan aneka ukuran. Pada fase ini beratnya perjalanan belum terasa, karena masih bisa melangkah dengan baik, walaupun perlahan..

Jalur tersesaki kerikil

Saat memasuki jalur dengan kemiringan luar biasa, mulai terasa beratnya perjalanan. Macamnya kemiringan mencapai lima puluh derajat, ga bawa busur sii buat ngukur kemiringan. Hhe.. Plus, tak tahu juga ini gradiennya berapa, tak sempat ngotret untuk mencoba menghitung juga. hhe..

Ini tuh seperti waktu mendaki rinjani dari pelawangan sembalun menuju puncaknya, kerikil semua. Bedanya, ini lebih parah, bawa carrier, subhanallah. Tapi lebih aman, karena kanan kiri bukan jurang. Dan juga lebih tenang, karena kanan kiri banyak ilalang, semacam lagi shooting video clip gitu. Hha.. Dalam jalur-jalur seperti ini, mental benar-benar harus kuat, istiqomah, tabah, dan perlahan tapi pasti gitu..

Nah, Ochi sama Ryan ngebut parah, tak terlihat lagi. Apalagi Anja, jauh jauh jauh di depan. Sedangkan kami, perlahan tapi pasti menuju puncak Guntur. Di sini Anja menitipkan temannya, Ezie untuk mendaki bersama kami yang terlunta-lunta, mungkin karena speed-nya sama. hhe..

Perlahan tapi pasti
Kota Garut mengecil
Ezie, stirahat di balik pohon
Agar tak terjatuh, Imel mendaki dengan merangkak
Garut, terlihat cool..
Istirahat sejenak..

Setelah berjuang dengan keteguhan tekad yang tinggi, sampai juga akhirnya di puncak satu Gunung Guntur. Waktu itu jam tangan saya menunjukkan pukul 15:21, lumayanlah.. Hha.. Ryan, Ochi, dan Anja sedang berbincang ria, sudah lama nampaknya menunggu kami..

Puncak Satu Gunung Guntur

Tak lama, kita langsung berjalan lagi sedikit, hanya memutar saja, untuk mencari spot berkemah. Kami berkemah di antara puncak satu dan puncak dua Gunung Guntur yang berupa cekungan. Jadi, puncak dua Guntur itu akan terlihat kalau kita sampai di puncak satu. Begitu pun puncak-puncak selanjutnya. Semacam check point saat bermain game RPG gitu. Hha..

Kami memiliki prinsip bahwa, makanan di gunung harus lebih mewah daripada makanan saat di kosan. Jadilah kami membawa chicken nugget, abon sapi, cream sup jamur dan jagung, dan yang paling luar biasa, shabu-shabu. Serasa di angkringan mewah memang.. Hal yang kocak, kami dengan bodohnya kekurangan air, salah perkiraan gitu, jadilah meminta-minta sama kelompoknya Anja, untung mereka baiknya bukan main. Respect..

Menuju tempat berkemah
Ibadah harus tetap jalan
Masak-masak

Puncak dua dari kemah kami itu dekat, puncaknya pun terlihat dengan jelas dari kemah kami. Jadi, kira-kira sekitar pukul enam kurang lima belas kami baru berangkat ke atas. Pemandangannya dahsyat. Sungguh. See this..

Sunrise di perjalanan menuju puncak dua

Dari puncak dua, akan terlihat lebih jelas gunung-gunung lain yang ada di Garut seperti Gunung Cikuray, Papandayan, dan gunung-gunung yang lain yang entah namanya apa. Bahkan, Gunung Ciremai yang merupakan atap Jawa Barat pun terlihat dengan gagah dari sini, menjulang di atas awan..

Panorama di puncak dua
Puncak Dua
Puncak Dua, Yoosha..

Dari puncak dua, akan terlihat puncak tiga. Hanya saya dan Ryan saja yang tertarik untuk pergi ke puncak tiga. Pergilah kami berdua sedangkan yang lain menunggu di puncak dua. Puncak tiga lebih tinggi dari puncak dua, sehingga pemandangan yang terlihat jauh lebih jelas dan meluas dibandingkan dari puncak sebelumn-sebelumya..

Dari puncak tiga, akan terlihat puncak empat. Entah kenapa saya agak malas (baca: capek dan tak ada teman) untuk mencoba menjelajah ke puncak empat, terlihat sekali jalurnya lebih menukik gitu. Yasudahlah jadinya kami hanya melihat saja dari jauh sambil dari dalam hati berkata, Insya Allah suatu saat akan kemari lagi, sampai ke semua puncaknya. Namun, kami mendengar dari tenda sebelah yang pergi ke puncak empat, katanya dari puncak empat akan terlihat lagi puncak lima. Dari puncak lima, sudah tak ada jalan lagi, karena terhalang tebing..

Puncak tiga
Puncak empat terlihat dari puncak tiga

Kami pun kembali ke kemah, langsung packing dengan sedikit sarapan. Berharap cepat sampai curug agar bisa menghabiskan makanan hura-hura yang agak tertahan karena kekurangan air. Miris memang. Hhe..

Saat pulang, kami melewati jalur yang sedikit berbeda dengan saat naik. Namun yang pasti, sama-sama penuh kerikil. Ryan dan Anja nampaknya macam main ice skating saja saat turun gunung melalui batu kerikil yang membantu mempercepat turunnya mereka. Kami? Kami main serodotan. Hha..

Kami pulang..
Main serodotan
Ezie beda, merangkak mundur. Kebayang? Hhe..
Istirahat di sela-sela main serodotan

Setelah tak berapa lama, kami bertemu lagi denga Ryan dan Anja yang menunggu di bawah. Lalu, lanjut berpesta di curug..

Ryan dan Anja

Saat pulang kami pun harus menumpang truk kembali agar tidak jalan terlalu jauh. Menumpang truk kali ini jauh lebih heboh. Sebelumnya, truknya tak berisi alias kosong, tapi sekarang sudah terisi penuh pasir. Lebih banyak bikin deg-deg-ser takut jatuh. Sungguh. Terbayang?

Alhamdulillahnya, setelah truk menyetorkan pasirnya, truk tersebut mau isi bensin. Jadilah kami sekalian ikut minta diantarkan sampai terminal Guntur. Sebenarnya tak perlu membayar dalam hal ini, tapi karena ga enak gitu, ya kasih saja "ongkos" semampunya. Toh kita pun sudah tertolong..

Tempat penggalian pasir
Bersama pendaki lain, menunggu truk yang turun
Menumpang truk kembali
Pasir di truk penuh
Menuju Terminal Guntur
Terminal Guntur

Sampai terminal, kami mandi di masjid terdekat, makan, dan minum susu khas Garut, katanya. Barulah pulang ke Bogor.

Berkuliner

Cukup panjang bukan ceritanya? Hhe..
Alhamdulillah, puncak ke-6.. Rinjani, Cikuray, Papandayan, Gede, Pangrango, Guntur..
More to come..

Setiap perjalanan punya cerita seru..
Setiap perjalanan menambah kawan baru..
Yakinlah itu..

Salam pendaki!!!

11 komentar:

  1. keren banget pay. gw sebagai orang garut malu belum pernah kesana. hahaha. tapi gw bisa merasakan gimana serunya, apalagi pas naik truk. gw pernah seasik gitu pas naik gunung talaga bodas, di garut juga. ini cerita lengkapnya http://hore-punya-blog.blogspot.com/2010/02/mendaki-langit-edited-version.html gw baru tau curug citiis sependek itu, kirain tinggi. kawah gunturnya dimana pay? puncak enam? apa ada puncak tujuh? kenapa ga kesana pay, tanggung sayang banget. lo kurang satu destinasi lagi, cipanas. abis muncak, trus mandi air panas, pasti seru. waktunya ga cukup sih ya. sama gw deh kita kesana lagi tahun depan. hahaha

    BalasHapus
  2. perjalanannya bikin envy , segera merealisasikan ah :D

    BalasHapus
  3. Waah jadi gak sabar nih ingin segera mengguntur jugaa dan merasakan sendiri sensasinya. Guntuur tunggu akuuu :-D

    BalasHapus
  4. nambahin dikit ya kang,,, yang difoto bersama sepeda itu bukan pak camat tapi staffnya. Beliau satu diantara anggota tim ekspedisi potensi SDA Kec. Tarogong Kaler yang paling kuat fisiknya, makanya beliau yang mundak bawain sepeda pak camat dan bolak-balik bawain logistik satu tim.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah terima kasih sudah dikoreksi. Waktu saya nanya dia siapa, kayanya saya lagi ga Fokus, jadi yang kedengeran "Camat" nya doang. Hhe..

      Hapus
  5. Nice pisan kang... Salam lestari 😉

    BalasHapus