Senin, 03 November 2014

Jejak Pendakian Gunung Tampomas, Sumedang

10-11 Oktober 2014..
Puncak Ke-8..

Tulisan ini bercerita, bukan murni sebuah itinerary..

Biasanya di awal tulisan suka ditampilkan foto dari gunung yang bersangkutan, tapi pada tulisan kali ini tak bisa ditampilkan, kenapa, karena lupa memfotonya dari jauh. Kalau mencomot hasil foto dari orang lain, rasanya ada yang mengganjal saja. Hhe.. Jadilah diganti dengan foto saya dan teman-teman yang mendaki. Semoga berkenan..

Sanghyang Taraje, Puncak Tampomas, 1684 mdpl

Gunung Tampomas terletak di Kota Sumedang, satu kota dengan rumah nenek saya. Tak perlu ditanya, sejak kecil saya sudah terbiasa melihat gunung ini berdiri kokoh dari sudut pandang selasar rumah nenek. Sudah lama juga muncul keinginan untuk mendakinya, namun waktunya saja baru kesampaian sekarang.

Setelah bertralala-trilili mencari teman yang mw mendaki gunung ini, terkumpulah lima orang, termasuk saya (M. Luthfi Fajar @aa_upayy, Aditrian Rahim @AditrianR, Melisa Illina @melisyong, Meilinda Harumsari @meilme, Abdullah Azzam @AzzamAbdullah28). Eh, enam orang ding, tapi yang satu orang ini (Ryan Hidayat, @ryanhdayat) tak ikut bermalam di gunungnya, dia ber-Trail Running gitu, semacam naik turun gunung sambil lari-lari, bisa dibayangkanlah yaa, udah dewa ini dia mah. Hha..

Kami mendaki hari Jum'at-Sabtu. Yupz, agar hari minggunya bisa dipergunakan untuk beristirahat gitu. Jadilah kami semua cuti pada hari Jum'at, kecuali Azzam yang cukup titip absen (contoh buruk :p), karena dia masih mengenyam bangku kuliah. Hhe..

Rencana awal dalam itinerary yang sudah saya buat sebelumnya, kami akan bermotor ria gitu ke Kota Sumedangnya. Sempat menjadi perdebatan memang masalah bermotor ini, lelahlah, menghabiskan waktulah, dan variabel lainya. Tapi Allah memang selalu memberi jalan yang tdak disangka-sangka. Dan rezeki tak perlu di tolak, ternyata papa saya mw mengantar nenek pulang gitu ke Sumedang. Jadilah kami berlima (Ryan berangkat dari Bandung karena ada kerjaan di sana) ikut naik Mobil papa saya menuju kota Sumedang. Mantaps..

Check Point pertama adalah rumah nenek saya. Semua bahan makanan dan apa pun yang masih kurang untuk perjalanan di beli di Sumedang. Sebelum Shalat Jum'at kami pun mempersiapkan semua-muanya sampai benar-benar siap. Tapi ya seperti biasa, Ryan memang selalu telat dan benar-benar mengkhawatirkan yang lain. ckckck.. Dia dari Bandung berangkat entah jam berapa, ditunggu-tunggu hingga Selesai Shalat Jum'at tak kunjung juga datang. Hha.. Saat waktu menunjukan pukul satu siang pun, di kala kami semua sudah siap dengan ransel-ransel kami, Ryan belum juga datang. Dan akhirnya, yang ditunggu-tunggu hadir juga pukul setengah dua dengan muka tanpa bersalahnya. Setelah itu, setengah jam kemudian dihabisakan untuk menunggu Ryan beres-beres. -.-"

Persiapan

Kami akan melalui Jalur Penggalian Pasir, yang terletak di daerah Cimalaka. Dari rumah nenek ke penggalian pasir ini hanya sebentar, apalagi kalau diantar pakai mobil. Hhe..
Jika teman-teman menggunakan angkutan umum, biasanya kalau dari bandung ada mobil elf gitu yang teman-teman bisa turun di pertigaan awal penggalian pasir. Kalau naik bus hingga terminal sumedang, bisa dilanjutkan dengan carter angkot ke sana, kira-kira biayanya 50ribu lah. easy to reach..

Kira-kira kami sampai disana sekitar pukul setengah tiga. Mobil yang dibawa papa saya tadinya akan mengantarkan sampai atas, warung terakhir penggalian pasir. Namun, karena di tengah-tengah jalan jalurnya mulai kurang bagus dan menanjak. jadilah kami diantarkan hanya sampai pertengahan. Lumayan lah. Kalau dari pertigaan awal penggalian pasir sampai warung terakhir ini kira-kira jaraknya 2-2,5 km, berpasir, berdebu, panas terik..
Jika temen-temen menggunakan angkutan umum, dari pertigaan awal penggalian pasir ini kalian bisa nebeng sama truk-truk yang akan ke atas. Biasanya sih dengan terima kasih juga cukup, tapi kalau mau memberi juga tak apa, sudah dibantu juga kan..

Pertengahan jalan, tempat kami diturunkan.

Berfoto sebelum memulai pendakian.

Saat turun dari mobil, terasa sekali terik panasnya. Pepohonan yang tidak ada, debu memenuhi ruang udara, dan pasir kerikil men-sesaki jalan. Ketika pandangan berputar, terlihat sekali bahwa kaki gunung ini telah dikeruk isi alamnya. Banyak sekali truk-truk pembawa pasir hilir mudik. Kontur daratannya pun semacam bopeng-bopeng bekas kerukan. Yah, begitulah..
Rian sebagai leader dalam pendakian memimpin doa dan pendakian pun dimulai. Pukul 14.49 WIB.

Penggalian Pasir

Perjalanan kami lanjutkan ke warung terakhir di penggalian pasir, check point terakhir sebelum benar-benar mendaki. Sesungguhnya jaraknya tidak begitu jauh, mungkin karena panas, jalan menanjak, pasir dan debu dimana-mana, membuat kita mudah lelah. Apa saya saja ya yang waktu kayanya cape banget. Hhe..

Berjalan di antara debu-debu

Setelah sampai di warung, kami istirahat sejenak. Debu-debu tertinggal di belakang  mulai tergantikan dengan pepohonan kecil setinggi pinggang. Setelah lima menit, kami berangkat kembali. Jalanan masih aspal, sekitar 100 meter jalanan aspal habis, tergantikan jalan tanah setapak yang menanjak. Kami menanjak, dan lalat-lalat langsung menyerbu kami. Dan kami akhirnya menyadari bahwa pada cerukan yang berada di sebelah kanan tempat kami berjalan merupakan Tempat Pembuangan Akhir sampah-sampah dari seantero Kota Sumedang. Terbayangkan sampahnya sebanyak apa? Hha.. Saya sarankan teman-teman untuk menggunakan apapun untuk menutupi lengan dan wajah. Lalat-lalatnya super banyak, sungguh, agak risih juga..

Tempat Pembuangan Akhir Kota Sumedang dilihat dari atas.

Setelah melewati TPA tadi, jalan tanah setapak mulai melebar, cukup untuk satu mobil. Tanah tempat kami berjalan pun mulai tertutupi bebatuan. Nampaknya jalan ini memang dibuat untuk jalur motor trail atau bahkan mobil. Tidak lama, terhampar di depan kami hutan pinus, indah, semacam gerbang yang menyambut kedatangan kami. Hutan pinus ini memberikan sensasi yang berbeda dalam pendakian. Jika kita melihat ke atas terlihat sekali pucuknya yang melambai-lambai berbarengan, seirama dengan arah angin.

Kami berlima berpisah dengan Ryan disini. Ryan memulai Running-nya, jadi dia meninggalkan kami yag hanya mampu berjalan, karena membawa ransel yang berat. Hhe..

Menuju Hutan Pinus

Berpisah dengan Ryan yang akan berlari

Hutan Pinus

Jalan di hutan pinus ini sedikit menanjak, lumayanlah pemanasan. Setelah menemukan sebuah pos atau gubuk, ada jalan setapak kecil menanjak yang berpisah dari jalan utama yang berbatu, jalan inilah yang akan menuju ke puncak Gunung Tampomas. Tak perlu bingung, tenang saja, pada pohon pinus di dekat jalan setapaknya ada plang yang memberi tahu bahwa pos 1 ke arah sana.

Owh ya, penanda pada gunung Tampomas itu lucu, berbentuk tanda panah gitu. Jadi jika plangnya bertuliskan pos 1, artinya "Pos 1 ke arah sana" dan kita itu berada pada pos 0, kalau tulisannya pos 2, artinya kita berada di pos 1, seterusnya begitu. Hhe..

Jumlah pos di Gunung Tapomas itu ada 6 pos. Pos ke-6 adalah puncaknya..

Menuju Pos 1

Keindahan pohon pinus hanya mengiringi kami hingga Pos 1. Setelah itu jalur pendakian hampir sama layaknya jalur pendakian gunung-gunung khas Jawa Barat.

Dari pos 1-4 jalurnya tanah menanjak. Santailah. Mulai dari pos 4 harus mulai berhati-hati karena beberapa bagian ada yang harus mendaki gitu dan di mulai dari pos ini juga jalurnya berbatu.

Kami bertemu dengan Ryan kembali  kira-kira setelah melewati pos 4. Dia akan langsung menuju rumah nenek saya untuk bermalam. Saat berpapasan tersebut, Ryan memberitahu kami bahwa puncaknya bagus sekali, dan Gunung Tampomas worthed untuk dijejaki puncaknya. Ryan pun berkata bahwa dia sempat menikmati sunset di puncaknya. Mendengar hal itu, langsung bertambah semangatlah kami walaupun matahari saat itu sudah mulai terbenam.

Kawah Tampomas terletak di antara pos 5 hingga pos 6. Ketika kami berangkat, kami tak bisa menemukan kawahnya, karena hari sudah gelap, jadi tak terlihat apa-apa. Saat di akhir-akhir mau mendekati puncak, mungkin karena gelap, kami bingung arahnya kemana, karena seperti terdapat banyak jalur. Saya bilang ke teman-teman untuk beristirahat sejenak sementara saya mau buang air kecil terlebih dahulu. Ah, memang beruntung, ternyata di dekat tempat saya buang air kecil terdapat plang yang memberi tahu arah pucuk (puncak).

Saya langsung bergegas memberitahu teman-teman yang lain dan tentunya langusng menuju puncak yang ternyata dari tempat tadi saya buang air kecil hanya membutuhkan waktu setengah menit. Hha.. Ketika sampai puncak, saya langsung melepas ransel dan berkeliling melihat pemandangan. Dan benar, puncaknya Indah. Kota Sumedang terlihat kecil sekali di bawah sana. Saya seperti melihat bintang-bintang tapi bukan di atas letaknya, di bawah, hasil perpaduan lampu rumah-rumah dan mobil-motor yang hilir mudik di Kota Sumedang. So Cool..
“Maka ni’mat Robb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman ayat 13)
Tak membuang waktu, kami langsung mencari spot yang enak untuk membangun tenda. Angin di puncak besar sekali. Jadi harus pintar-pintar mencari spot. Karena kami kelompok pertama yang sampai puncak, kami memiliki kesempatan terbesar untuk mendapatkan spot itu. Hhe..
Alhamdulillah puncak..
Selanjutnya, kegiatan bebas.. ^^

Bersiap membangun tenda

Owh ya kami sampai puncak Puku 19.10 yang artinya Pendakian kami hanya sekitar 4,5 jam. Alhamdulillah..

Ketika bangun di pagi hari, semuanya terlihat lebih jelas. Dan sunrise pun langsung kami peroleh. Sesi foto dimulai..

Sunrise

Photo Session

Foto sendiri. Hhe..

Groufie #1

Groufie #2

Setelah puas berfoto-foto. Kami pun sarapan sembari membereskan tenda dan packing barang-barang. Kira-kira pukul setengah sembilan kami turun. Saat turun ini lah kami baru bisa melihat dengan jelas kawah Gunung Tampomas. Kawahnya kecil, hanya saja memanjang, kedalamannya tak bisa dikira karena gelap..

Kawah Gunung Tampomas

Turun gunung pastinya lebih cepat dari mendaki. Yupz, kira-kira pukul setengah sepuluh kami sudah sampai di warung terakhir di penggalian pasir waktu itu. Kami melanjutkan perjalanan ke pertigaan awal dimana kami nantinya bisa menemukan angkot. Uwaw, sungguh, debu-debu kembali mengelilingi kami, panas terik membuatnya lebih menyiksa, tenaga pun tinggal tenaga sisa, agak lumayan juga penutupan perjalanan ini. Hhe.. Beruntung ada satu truk pasir yang mau mengangkut. Karena kapasitasnya tidak banyak, kami persilahkan para wanita yang menumpang, biarlah kami para lelaki yang berjalan. Hhe..

Sampai di bawah, kami langsung men-carter angkot sampai ke depan bukit rumah nenek saya. Carter angkot 50ribu, kami memang tidak berpikir banyak, yang penting bisa segera beristirahat. Hhe.. Dan alhamdulillah sekitar pukul dua belas kami sudah bisa beristirahat di rumah nenek saya..

Yak begitulah perjalanan Mendaki Gunung Tampomas. Sekali lagi, setiap gunung memang memiliki keindahannya masing-masing. Bersyukur. Dan kembali mengucapkan syukur karena masih dapat diberi kesempatan untuk menjejak puncak ke delapan ini.. Dimulai dari Rinjani, Cikuray, Papandayan, Gede, Pangrango, Guntur, Ciremai, dan ini Tampomas.. Insya Allah puncak-puncak lain nantinya.. ^^

Semoga dengan pendakian-pendakian yang telah dijalani membuat kami semakin menjadi manusia-manusia yang berpikir..
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah ayat 164)
Amiiin.. ^^

SALAM PENDAKI!!!

Ojek Payung

Kemarin selepas pulang dari Bandung..

Waktu Ashar akan habis, hujan pun deras sekali, berlebih malah. Jarak pandang gw tertahan hanya dalam radius beberapa meter. Plan B, gw pacu mobil gw ke Sentul City dimana terdapat Masjid Andalusia dengan harapan masih sempat untuk menunaikan Shalat Ashar. Sempat sii mengutuki diri, kenapa di Bandung tadi tidak di Jama' saja shalatnya..

Hujan masih deras juga, mobil gw sudah terparkir rapi di pelataran Masjid Andalusia. Ada anak kecil dengan payungnya lari tergopoh-gopoh ke arah pintu mobil. Badannya pun kuyup.

"Ojek Payung Pak?", si anak kecil bertanya dari luar mobil. Badannya terlihat kuyup.
"Pay, mau pake ojek payung ga?", Rian menengok ke arah gw dari kursi sebelah.
"Gw belum pernah make jasa ojek payung. Hha..", jawab gw sembari mengenakan sandal treking yang ada kaitnya.
"Yaudah lah lagi hujan deras ini, kita pinjem payung anaknya. Goceng cukup lah yaa."
"Goceng ga kemahalan? Elaah, kan cuma 10 meter itu ke mesjidnya. Tapi tanya dulu aja berapaan."
"De, ojek payung berapa?", Tanya Rian.
"Seikhlasnya saja bapa mw ngasihnya berapa.", Jawab si anak kecil.

Deg.. Gw dan Rian saling tengok. Gw sebenarnya bertanya-tanya. Apa setiap ojek payung itu seperti itu tarifnya: Keikhlasan.

"Yaudah, kita pinjem payungnya Yan."
"Yaudah, gw dulu aja ya pay, ntar gw ke pintu lu."
"OK"

Rian mengambil payung dari anaknya lalu berjalan ke pintu gw. Gw turun dari mobil, nebeng berpayung ke Rian. Gw celingukan, mencari anak kecil tadi. Ini pemandangan biasa sebenarnya, saat payung si ojek payung nya dipakai oleh si pengguna jasa, si ojek payung pasti hujan-hujanan. Tapi gw tergelitik saja untuk berbincang.

"Hai ade, namanya siapa?"
"Agus."
"Kamu sekolah?"
"Iya pak, kelas 5 SD."
"Sini-sini, kenapa kamu hujan-hujanan deh, bertiga aja payungan."
"Ah gapapa pak, sudah terlanjur basah kuyup."
"Gini deh, kenapa kamu ga bawa dua payung aja? kan satu payungnya kamu pinjemin, yang satu lagi bisa kamu pakai. Kalau kaya gini kan kamu bisa sakit gus."

Dan apa jawaban Agus..

"Sakit sehatnya saya Allah yang mengatur pak."

Subhanallah..
Kalau dia orang dewasa, argumen dia kurang kuat sesungguhnya. Gw bisa aja membalikkan bahwa tawakkal itu harus, tapi usaha juga merupakan sebuah kewajiban. Hhe..
Tapi karena jawaban ini keluar dari jawaban anak kecil, ya gw terkesima aja. Anak kecil seperti dia sudah bisa berpikir seperti itu. Menyerahkan dirinya kepada Allah. Melibatkan Allah dalam pekerjaan kecilnya, ojek payung. Gw malu. Gw kerja Senin sampai Jum;at. Pagi hingga petang, bahkan seringnya malam. Sudah sejauh apa gw melibatkan Allah dalam apa-apa yang gw kerjakan?

Terima kasih Agus, sudah mengingatkan dengan caranya..

Tapi ada satu pertanyaan lagi. Kenapa Agus manggil gw sama Rian "Pak" ya, padahal kita masih muda. Hha..