Jumat, 23 Agustus 2013

Bukit Belakang Rumah Nenek

Pemandangan dari bukit belakang rumah nenek

Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap lebaran kami sekeluarga pergi ke rumah nenek di Sumedang. Kenapa ke Sumedang? ya itu kan rumah mamanya papa. Krik krik. Hha..
Agak bersyukur memang, kami tak perlu jauh-jauh untuk mudik, cukup dengan perjalanan sekitar 3,5 jam via tol Cipularang. Tinggal tidur, syalalalala, sampelah di tujuan. Yeah. Kecuali kebagian nyetir, harus melek. Fiuuuh..

Rumah nenek itu berada di kaki bukit, orang sana sii menyebutnya Gunung, Gunung Palasari namanya. Entah kenapa disebut gunung, tak ada tetapan atau batasan yang jelas memang kapan sesuatu itu disebut bukit atau gunung. Sesuka hatilah. Hha..

Setelah senang dengan perjalanan ke gunung-gunung sebelumnya, jadi terpikirkan dengan "Bukit belakang rumah nenek ini ada puncaknya kan?"
Sesungguhnya, wacana untuk mendaki ke puncaknya sudah ada sejak saya masih di sekolah menengah, namun apa daya, semuanya hanyalah wacana..
Hingga akhirnya... lebaran kemarin..
Yupz, sehari setelah lebaran, saya berhasil mengajak papa dan sepupu saya untuk cabs ke puncak Gunung Palasari. Agak lebay sii dibilang gunung, bukit sajalah.. karena perjalanan ke sana pun hanya memakan waktu tiga jam, pulang sekaligus pergi. Santailaaaah. Barang yang dibawa pun hanya satu botol air mineral dan kamera. Tapi tak disarankan mengenakan sendal jepit, dipastikan terlunta-lunta karena track yang licin. Yuhuuu..

Perjalanan diawali dengan mengelilingi rumah nenek ke arah belakang, naik tangga yang terbuat dari tanah, dan hap.. Seperti yang terlihat pada momen di bawah ini..

The journey begins

Selanjutnya melewati track yang di sebelah kanan, dataran yang lebih tinggi, ditanami tanaman-tanaman holtikultura. Kata papa, dulu kakeknya papa, yang berarti buyutnya saya, juga suka bercocok tanam disini untuk menghidupi keluarga. Waw, darah petani ada dalam diri saya, luar biasa.. Saya selalu bangga dengan para petani. Karena mereka cool..
Pada momen di bawah, akan terlihat papa dan sepupu saya yang ber-boxer ria. Sedangkan saya terlunta di belakang memegang kamera tak beralas kaki..

Track penuh dedaunan

Bersantai melihat pemandangan

Kebun nanas di tengah perjalanan

Ranting-ranting bambu yang berjatuhan, dikumpulkan

Kebun-kebun

Kebun-kebun (lagi)

Pemandangan di tengah perjalanan

Track ke atas tidak sulit, malah terdapat bekas jalan untuk mobil off road menuju puncak. Hanya, licin saja.. Jalur yang kami ambil juga agak memutar, hal ini bertujuan agar kami bisa melihat pemandangan di sekitar Palasari ini. Saat akan sampai di puncak, pohon-pohon tinggi nan ramping mengelilingi kami dengan segala kesejukannya. Zen abisssss. Kayanya kalau ngerjain skripsi di sini cepet beres deh. Hhe..

Dikelilingi pohon ramping nan tinggi

Terlihat bekas track mobil off road

Setelah beberapa saat, sampailah kami di puncak. Yang tak dinyana, di puncak Palasari ini terdapat Goa. Entah Goa Jepang atau Belanda. Goa ini semacam penjara-penjara gitu. Penjara-penjara ini tertata rapi di bawah tanah yang jika disatukan akan membentuk lingkaran. Goa Belanda ini rapi, ada yang mengurusnya, karena terdapat tanaman-tanaman hias di sekitarnya. Daun-daun yang berguguran pun tersapu rapi terpindahkan ke sisi. Takjub juga, ada hal epic di belakang rumah nenek. Ternyata memang, hal cool itu bisa jadi memang berada di sekitar kita, kitanya aja yang ga mau mengulik lebih jauh akan apa-apa yang biasanya ada di sekitar kita..

Goa lingkar dalam

Goa lingkar dalam (lagi)

Goa lingkar luar

Satu-satunya foto yang ada sayanya. Hha..

Goa dibalut cahaya matahari pagi

Sekitar goa

Ternyata, yang mengurus goa-goa ini adalah sebuah keluarga yang menetap di sini. Selain menjaga kelestarian goa, keluarga ini pun menjaga sebuah menara provider kartu seluler agar besinya tidak dicuri orang. Ada juga ya, yang berniat mencuri sampai ke puncak bukit. Jaman sekarang. Tak faham lagi..
Keluarga ini pun memiliki jadwal piket diantara keluarga itu sendiri, sehingga setiap seminggu mereka bisa bergantian bertugas..
Di sini pun suka dipakai berkemah. Namun harus berhati-hati jika berkemah di sini, banyak ular katanya. Jadi, harus mencari tempat yang agak aman plus jangan lupa membawa garam. Tapi agak heran juga, ada ya yang mw berkemah diantara goa-goa ini? Please.. Bukannya takut.. Tapi.. Sudahlah..

Rumah tempat menetap keluarga yang bertugas

Jalan sedikit, masih agak di puncak terdapat penampungan air kota Sumedang yang menggunakan fasilitas PAM. Ternyata, ada di belakang rumah nenek juga. Multifungsi sekali ini bukit..
Disela-sela, tergulirlah perbincangan tentang fisika dengan sepupu saya yang merupakan mahasiswa jurusan Fisika UIN Bandung, satu angkatan dengan saya. Hal yang dibicarakan sepele, air. Terus? -.-"

Tampak atas penampungan air

Tampak samping penampungan air

Lumayan luas, bisa main futsal

Dalam tempat penampungan air

Setelah bersyalala ria, kami pulang melaui jalur yang berbeda. Jalannya lebih kecil, berupa jalan setapak yang dipenuhi ilalang-ilalang, sepertinya sudah jarang dilalui orang. Di jalan pulang, terlihat hutan pinus, tapi lupa difoto. Aaaaah..

Jalan setapak, menuju pulang

Setelah itu melalui pedesaan, sungai, dan persawahan. Peaceful abissss..

MCK yang sudah tak terpakai

Jalan pedesaan

Bebek berenang di sungai

Sawah-sawah-sawah-sawah!!!

Bergaya di tengah sawah

Setelah tak berapa lama, akan sampai kembali di rumah nenek.. ^^

Tentunya, segala tempat memang memiliki rahasianya masing-masing bukankah. Seasyik apa kita untuk mengetahui rahasianya?

Setelah dari sini, saya tambah berazzam untuk terus berjalan-jalan men-tadaburri karunia Allah. Kenapa? Ini referensinya:
"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.." QS. 67: 15
Tak ada alasan untuk tidak berjalan-jalan bukan? Go Explorer..

1 komentar: