Minggu, 23 Agustus 2015

Quran: Pengertian, Pertumbuhan, dan Perkembangannya

Berawal dari sebuah diskusi kecil di Group Chat WhatsApp mengenai keutuhan Qur'an dari masa ke masa (Thanks Egy yang mengawali diskusi tersebut). Saya jadi penasaran juga bagaimana Qur'an bisa sampai ke tangan kita sampai saat ini.

Selanjutnya saya berdiskusi dengan mertua saya dan beliau menyarankan saya untuk membaca sebuah buku yang berjudul "Studi Ilmu-Ilmu Qur'an" dari Manna' Khalil al-Qattan. Kata beliau, buku ini menjadi bacaan wajib para mahasiswa LIPIA di awal-awal perkuliahan.

Buku yang dimaksud terletak di sebelah notebook.

Nah kali ini saya mau berbagi bab pertama dari buku tersebut dengan pengubahan seperlunya.

---

Ilmu-Ilmu Qur'an: Pengertian, Pertumbuhan, dan Perkembangannya

Al-Qur'anul Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah, Muhammad s.a.w. untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah s.a.w. menyampaikan Al-Qur'an itu kepada para sahabatnya -orang-orang Arab asli- sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka. Apabila mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakannya kepada Rasulullah s.a.w.

Bukhari dan Muslim serta yang lain meriwayatkan, dari Ibn Mas'ud mengatakan:
"Ketika ayat ini diturunkan 'Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman' (al-An'am [6]:82), banyak orang-orang yang merasa resah. Lalu mereka bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: 'Ya Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak berbuat kezaliman terhadap dirinya?' Nabi menjawab: 'Kezaliman di sini bukan seperti yang kamu pahami. Tidakkah kamu pernah mendengar apa yang telah dikatakan oleh seorang hamba Allah yang saleh 'Sesungguhnya kemusyrikan adalah benar-benar kezaliman yang besar' (Luqman [31]:13). Jadi yang dimaksud kezaliman di sini ialah kemusyrikan."
Rasulullah s.a.w. menafsirkan kepada mereka beberapa ayat. Seperti dinyatakan oleh Muslim dan yang lain, yang bersumber dari 'Uqbah bin 'Amir; ia berkata:
"Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w. berkata di atas mimbar: 'Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi' (al-Anfal [8]:60). Ingatlah bahwa kekuatan di sini adalah memanah."
Para sahabat sangat antusias untuk menerima Qur'an dari Rasulullah s.a.w., menghafalnya dan memahaminya. Hal itu merupakan suatu kehormatan bagi mereka. Dikatakan oleh Anas r.a.: "Seseorang di antara kami bila telah membaca Surah Baqarah dan Ali Imran, orang itu menjadi besar menurut pandangan kami." Begitu pula mereka selalu berusaha mengamalkan Qur'an dan memahami hukum-hukumnya.

Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman as-Sulami, ia mengatakan:
"Mereka yang membacakan Qur'an kepada kami, seperti Usman bin 'Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi s.a.w. sepuluh ayat, mereka tidak melanjutkannya sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada di dalamnya. Mereka berkata: 'Kami mempelajari Qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"
Rasulullah s.a.w tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur'an, karena ia khawatir Qur'an akan tercampur dengan yang lain.
"Muslim meriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah s.a.w. berkata: Janganlah kau tulis dari aku; barang siapa menuliskan dari aku selain Qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka."
Sekalipun sesudah itu Rasulullah s.a.w. mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadis, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur'an tetap didsarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah s.a.w., di masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.

Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a. dan keadaan menghendaki untuk menyatukan kaum Muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut Mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rasmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari 'Ilmu Rasmil Qur'an.

Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abdul Aswad ad-Du'ali meletakkan kiadah-kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada Qur'an. Ini juga dianggap sebagai permulaan 'Ilmu I'rabil Qur'an.

Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur'an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda di antara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah s.a.w. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi'in.

Di antara para mufasir yang termahsyur dari para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas'ud, Ibn 'Abbas, Ubai bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy'ari dan Abdullah bin Zubair.

Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin 'Abbas, Abdullah bin Mas'ud dan Ubai bin Ka'b. Dan apa yang diriwayatkan mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur'an yang sempurna; tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samar dan penjelasan apa yang maish global. Mengenai para tabi'in, di antara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat di samping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.

Di antara murid-murid Ibn Abbas di Mekah yang terkenal ialah Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'Ikrimah bekas sahaya Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dam 'Ata' bin Abi Rabah.

Dan terkenal pula di antara murid-murid Ubai bin Ka'b di Medinah, Zaid bin Aslam, Abul 'Aliyah dan Muhammad bin Ka'ab al Qurazi.

Dari murid-murid Abdullah bin Mas'ud di Irak yang terkenal 'Alqamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin Yazid, 'Amir asy-Sya'bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di'amah as-Sadusi.

Ibn Taimiyah berkata: "Adapun mengenai ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, 'Ata bin Abi Rabah, 'Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat-sahabat Ibn Abbas lainnya seperti Tawus, Abusy Sya'sa', Sa'id bin Zubair dan lain-lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas'ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir di antaranya adalah Zubair bin Aslam; Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb, mereka berguru kepadanya."

Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Garibil Qur'an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki wal Madani dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.

Pada abad kedua Hijri tiba masa pembukuan (tadwin) yang dimulai dengan pembukuan hadis dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur'an yang diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w., dari para sahabat atau dari para tabi'in.

Di antara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117 H.), Syu'bah bin Hajjaj (wafat 160 H.), Waki' bin Jarrah (wafat 197 H.), Sufyan bin 'Uyainah (wafat 198 H.) dan 'Abdurrazaq bin Hammam (wafat 112 H.).

Mereka semua adalah para ahli hadis. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir yang mereka tulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.

Kemudian langkah mereka diikuti segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal di antara mereka adalah Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310 H.)

Demikialn tafsir pada mulanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dan riwayat; Kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-Tafsir bir ra'yi (berdasarkan penalaran).

Dan selanjutnya ilmu ilmu terkait Al-Qur'an bermunculan.

---

Dari sini saya mengambil kesimpulan bahwa Qur'an keutuhannya memang terjaga sampai hari kiamat nanti karena banyak orang orang salih yang membaca, menghafal, dan mengamalkannya, apalagi memepelajari ilmu-ilmu terkait dengan Qur'an. Orang-orang yang belajar ini jelas sanad-nya dari gurunya siapa sehingga bisa ditelusuri awalnya dari siapa. Nah, sekarang, mari kita menjadi bagian dari mereka. Dimulai dengan rajin tilawah setiap harinya disambi menambah hafalannya. Syukur syukur bisa membaca tafsir-tafsir nya sehingga bisa diamalkan. Aamiin..

Bismillah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar