Senin, 03 November 2014

Ojek Payung

Kemarin selepas pulang dari Bandung..

Waktu Ashar akan habis, hujan pun deras sekali, berlebih malah. Jarak pandang gw tertahan hanya dalam radius beberapa meter. Plan B, gw pacu mobil gw ke Sentul City dimana terdapat Masjid Andalusia dengan harapan masih sempat untuk menunaikan Shalat Ashar. Sempat sii mengutuki diri, kenapa di Bandung tadi tidak di Jama' saja shalatnya..

Hujan masih deras juga, mobil gw sudah terparkir rapi di pelataran Masjid Andalusia. Ada anak kecil dengan payungnya lari tergopoh-gopoh ke arah pintu mobil. Badannya pun kuyup.

"Ojek Payung Pak?", si anak kecil bertanya dari luar mobil. Badannya terlihat kuyup.
"Pay, mau pake ojek payung ga?", Rian menengok ke arah gw dari kursi sebelah.
"Gw belum pernah make jasa ojek payung. Hha..", jawab gw sembari mengenakan sandal treking yang ada kaitnya.
"Yaudah lah lagi hujan deras ini, kita pinjem payung anaknya. Goceng cukup lah yaa."
"Goceng ga kemahalan? Elaah, kan cuma 10 meter itu ke mesjidnya. Tapi tanya dulu aja berapaan."
"De, ojek payung berapa?", Tanya Rian.
"Seikhlasnya saja bapa mw ngasihnya berapa.", Jawab si anak kecil.

Deg.. Gw dan Rian saling tengok. Gw sebenarnya bertanya-tanya. Apa setiap ojek payung itu seperti itu tarifnya: Keikhlasan.

"Yaudah, kita pinjem payungnya Yan."
"Yaudah, gw dulu aja ya pay, ntar gw ke pintu lu."
"OK"

Rian mengambil payung dari anaknya lalu berjalan ke pintu gw. Gw turun dari mobil, nebeng berpayung ke Rian. Gw celingukan, mencari anak kecil tadi. Ini pemandangan biasa sebenarnya, saat payung si ojek payung nya dipakai oleh si pengguna jasa, si ojek payung pasti hujan-hujanan. Tapi gw tergelitik saja untuk berbincang.

"Hai ade, namanya siapa?"
"Agus."
"Kamu sekolah?"
"Iya pak, kelas 5 SD."
"Sini-sini, kenapa kamu hujan-hujanan deh, bertiga aja payungan."
"Ah gapapa pak, sudah terlanjur basah kuyup."
"Gini deh, kenapa kamu ga bawa dua payung aja? kan satu payungnya kamu pinjemin, yang satu lagi bisa kamu pakai. Kalau kaya gini kan kamu bisa sakit gus."

Dan apa jawaban Agus..

"Sakit sehatnya saya Allah yang mengatur pak."

Subhanallah..
Kalau dia orang dewasa, argumen dia kurang kuat sesungguhnya. Gw bisa aja membalikkan bahwa tawakkal itu harus, tapi usaha juga merupakan sebuah kewajiban. Hhe..
Tapi karena jawaban ini keluar dari jawaban anak kecil, ya gw terkesima aja. Anak kecil seperti dia sudah bisa berpikir seperti itu. Menyerahkan dirinya kepada Allah. Melibatkan Allah dalam pekerjaan kecilnya, ojek payung. Gw malu. Gw kerja Senin sampai Jum;at. Pagi hingga petang, bahkan seringnya malam. Sudah sejauh apa gw melibatkan Allah dalam apa-apa yang gw kerjakan?

Terima kasih Agus, sudah mengingatkan dengan caranya..

Tapi ada satu pertanyaan lagi. Kenapa Agus manggil gw sama Rian "Pak" ya, padahal kita masih muda. Hha..

2 komentar: