Sabtu, 08 Juni 2013

A Novel by Ayu Utami: Saman


Saya tertarik untuk membaca buku ini ketika sedang berkunjung ke rumah paman. Tertarik pada cover-nya sesungguhnya, seperti sesorang yang sedang menuliskan sesuatu, sehingga membuat penasaran seperti apa isinya. Tanpa basa-basi, langsung dibawa ke rumahlah bukunya. Namun ternyata, sempat tertunda empat tahun untuk membaca buku ini. Entah.. Lupa sepertinya.. Seperti biasa..

Cetakan pertama buku ini terbit tahun 1998 dan memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1998. Sebelum membaca buku ini, saya sudah diwanti-wanti, karena buku ini sarat kontroversi dari segi gaya bahasanya. Namun ternyata saya suka gaya bercerita Ayu Utami yang gamblang. Ia membicarakan "seks" yang tabu dengan caranya. Kalau sebuah buku menjadi kontroversi karena ia vulgar membicarakan seks, apa ada yang aneh? Bukankah sudah sebuah keniscayaan? Pernyataan ini bukan berarti saya suka membicarakan seks yaa.. -.-"
Saya hanya mengapresiasi sebuah karya..

Latarnya sangat Indonesia, tetap ke-timur-an walaupun banyak menceritakan ke-barat-an. Pesan-pesan implisit yang sangat halus mengenai ideologi, politik, feminisme, dan agama mendominasi bukunya. Kaya akan informasi yang membuat kita ber-"oh" ria..

Yang menjadi masalah adalah pusat konfliknya, karena saya tidak menemukannya. Kisah ini menjadi semacam buku yang hanya bercerita mengenai keempat wanita yang bersahabat, seorang pria yang sudah beristri, dan seorang pastor yang keluar dari parokialnya. Walaupun setiap jengkal ceritanya menarik, yang menjadi pengikat dari semua cerita ini hanyalah persahabatan keempat wanita tersebut, yang tiga diantaranya memiliki hubungan dengan kedua pria tersebut. Alurnya sepertinya memang dibiarkan menggangtung dan tamat begitu saja..

Saya tertarik dengan sudut pandang Ayu dalam melihat situasi, cara dia menggali realitas dengan insight yang jarang ditemukan penulis lain. Matanya mungkin tidak menatap sekeliling, Ayu hanya melihat satu objek, namun objek itu berhasil ia telanjangi hampir sepenuhnya..

Seperti mengajak pembaca masuk ke "alam sadar" kenyataan. Yang seringkali tidak disadari sebagai kenyataan. Ayu tidak menghipnotis pembaca. Ia menghipnotis kenyataan.

Buku yang baik dengan gaya bahasa yang "berbeda"..
4 dari 5 bintang.. :)

Berikut beberapa kutipan yang ciamik dari buku ini..

"adakah keindahan perlu dinamai?"
"Waktu adalah hal yang aneh sekali. Bagaimana dia bisa memisahkan kita dari kita di masa lalu?"
 "Dan Timur dan Barat pastilah konsep yang amat ganjil, sebab kita berbicara tentang kesopanan sambil telanjang."
 "Banyak orang jahat di dunia ini, tapi juga selalu banyak orang baik yang memperhatikan aku di sekelilingku."
"Dunia ini penuh dengan orang jahat yang tidak dihukum. Mereka berkeliaran. Sebagian karena tidak tertangkap, sebagian lagi memang dilindungi, tak tersentuh hukum, atau aparat."
"Tak pernah ada yang salah dengan cinta. Ia mengisi sesuatu yang tidak kosong. Tapi yang terjadi di sini adalah asmara, yang mengosongkan sesuatu yang semula ceper. Dengan rindu. Belum tentu nafsu."
"Banyak hal yang dengan mudah terlupakan, seperti sama sekali lupa kenapa kita tidak bisa mengingatnya lagi. Sesuatu bisa begitu saja hilang dari ingatan, seperti arwah, seperti mimpi. Kita cuma bisa merasakan jejaknya pada diri kita tanpa bisa mengenalinya lagi. Kita tinggal benci, kita tinggal marah, tinggal takut, tinggal cinta. Kita tak tahu kenapa."
"Tapi mencari suami memang seperti melihat toko perabot untuk setelan meja makan yang pas buat ruangan dan keuangan. Kita datang dengan sejumlah syarat geometri dan bujet. Sedangkan kekasih muncul seperti sebuah lukisan yang tiba-tiba membuat kita jatuh hati. Kita ingin mendapatkannya, dan mengubah seluruh desain kamar agar turut padanya. Laila selalu jatuh cinta pada lukisan, bukan meja makan."

1 komentar: