Di Edisi ke-14 nantinya, saya dapat tugas mengelola kolom Three Latest Movies. Tapi saya lupa gitu formatnya, seharusnya lihat format yang edisi sebelumnya sii. Yapu sudahlah, jadilah saya sudah terlanjur membuat tiga review film yang terakhir saya saksikan. Hhe..
Review yang saya buat lumayan juga kan buat ngisi blog saya sendiri. Hhe.. Berikut reviewnya. Selamat membaca.. ^^
The Art of Getting By
(2011)
Entah ada kerasukan apa, seketika saya mengunduh hampir
semua film yang dibintangi Emma Roberts. Mungkin karena saya senang melihat dia
di film We’re Millers. Cantik-cantik
imut lucu gitu. Hhe.. Dan Film inilah yang langsung saya tonton setelah saya
mengunduhnya..
Setelah saya selesai menonton Film ini. Kesan pertama saya adalah
hambar dan mengecewakan. Datang dengan kisah percintaan remaja, film ini
sederhananya memohon para penonton untuk tidak terlalu serius menyaksikannya.
Film ini diaktori oleh Freddie Highmore, aktor yang pernah
bermain sebagai Peter Llewelyn Davies di Film Finding Neverland. Di film The Art of Getting By ini dia bermain
sebagai George, seorang remaja fatalistik yang akan lulus sekolah menengah atas
di New York, meskipun dia berlum pernah mengerjakan tugas satu pun selama
sekolahnya.
Dalam film ini, saya rasa peran George dimaksudkan sebagai
seorang remaja yang depresi. Tapi Fred Highmore sepertinya tidak memiliki
kemampuan untuk membuat penontonnya percaya bahwa peran George sedang mengalami
depresi. Jika saya tidak bisa percaya bahwa peran George sedang tertekan, saya
harus percaya bahwa dia pemalas. Lalu, apa yang menarik dan baru tentang seorang
remaja pemalas?
George dipasangkan dengan seorang gadis bernama Sally, tokoh
yang dimaksudkan tampak bahagia yang diperankan oleh Emma Roberts. George, di
tengah perjalanannya mulai dibimbing oleh seorang seniman muda yang sukses, diperankan
oleh Michael Angarano. Jika saya tidak langsung dengan serta merta melihat
cinta segitiganya, mungkin film ini akan saya nikmati.
Film ini berusaha menciptakan sebuah dunia sekolah yang
menempatkan semua karakter remajanya seperti remaja pada umumnya. Mereka pergi
ke klub dan dansa selama malam perayaan Tahun Baru dan jika salah satu karakter
harus bicara agak serius, mereka pergi ke bar, dan minum bir seperti film-film
remaja lainnya. Terlepas dari kenyataan yang seharusnya, buat saya, mereka semua terlihat seperti
anak kecil yang rasanya aneh melakukan rutinitas itu.
Untuk film ini, saya ingin mengacungkan jempol saya, tapi jempol saya sakit. Jadi?
Pride & Prejudice
(2005)
Waktu itu saya sedang ingin nonton film ber-genre drama. Setelah
mengintip HD Eksternal, ditemukanlah film ini. Ini pendapat saya:
Ceritanya cukup sederhana. Mr dan Mrs Bennet adalah orang
tua dari lima anak. Semua anaknya wanita dan berusia pertengahan belasan hingga
pertengahan dua puluhan. Pada saat itu, hukum di Inggris tidak membolehkan
wanita mewarisi harta dari orang tuanya. Sehingga ketika Mr Bennet meninggal
misalnya, anak-anak perempuannya akan menjadi tunawisma, kecuali mereka sudah
menikah dengan suami yang akan memberikan kehidupan kepada mereka.
Mr Bingley dan Mr Darcy tiba di kota tempat keluarga Mr
Bennet tinggal. Keduanya sangat kaya raya, sehingga Mrs Bennet melihat kesempatan
untuk kedua anak perempuan tertuanya. Tapi tentu saja, perjalanan cinta sejati
tidak akan pernah berjalan lancar seperti dalam cerita cinta lainnya hingga
akhirnya happily ever after.
Saya sangat tertarik dengan karakter Elizabeth Bennet dalam
film ini, karakter wanita klasik asyik. Peran ini dimainkan oleh Keira
Knightley, yang menurut saya dimainkan sangat baik. Aksen mewah dan agak-agak flirty, dan dialog yang keluar dari
lidahnya itu sedemikian rupa sehingga membuat saya ingin mendengarkan dengan
seksama aksen British-nya.
Matthew Macfadyen yang memerankan karakter Mr Darcy juga
oke. Dia sukses berperan sebagai pria Inggris romantis, penuh gairah, kompeten,
dan berlidah kaku saat berbicara dengan wanita yang dicintainya.
Donald Sutherland pun melakukan pekerjaan yang sangat baik
sebagai Mr Bennet, pria tunggal di sebuah rumah dengan enam perempuan. Adegan
terakhirnya dengan Elizabeth menurut saya cukup menyentuh. Brenda Blethyn
memainkan Mrs Bennet dengan keterampilan yang sama. Sebagai ibu yang aktif
mencarikan suami untuk anak-anaknya, dia sukses membuat saya tertawa dan ingin sekali
menamparnya pada saat yang sama.
Kesimpulan saya, Film ini adalah film dengan cerita yang sederhana namun dikemas dengan sangat
baik. Film yang romantis klasik asyik. Dan saya tentunya selalu senang ketika sebuah film
melebihi harapan saya, karena begitu banyak film yang malah cenderung melakukan sebaliknya. Bagi yang belum menontonnya, tontonlah, anda akan menemukan banyak hal
untuk menikmati.
In to the Wild (2007)
Sean Penn, sutradara, menurut saya telah berhasil membuat salah
satu film terbaik di dunia. Film ini diangkat dari bukunya Jon Krakauer. Dalam bukunya,
Jon Krakauer menceritakan kisah nyata dari Chris McCandless, seorang lulusan Emory
University yang berjalan ke padang liar Alaska pada tahun 1992 untuk menemukan
jati dirinya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup. Di akhir film ini saya ikut
berkabung kepada Chris akan tragedi dan kesalahan penilaiannya, sekaligus juga salut
akan perjalanannya dan semangat pencarian dirinya. Ini indah, film ini indah,
film ini mengambil sepotong hati saya.
Emile Hirsch yang memerankan Chris McCandless terlihat begitu
menghayati perannya. Selama dua jam dan dua puluh lima menit film ini, Hirsch
memberikan segalanya, kedalaman karakter yang menakjubkan. Setelah saya cari tahu,
ternyata Penn sang sutradara bersikeras untuk melakukan pengambilan gambar di
lokasi yang sama dengan perjalanan Chris yang lebih dari dua tahun.
Di awal perjalanan, Chris membakar lisensi dan kartu kreditnya,
membuang tabungan $24.000 dan berangkat untuk mencari tempatnya, di dunia tanpa
peta. Narasi dari adik Chris, Carine yang diperankan Jena Malone untuk
mengungkapkan mengapa Chris memisahkan diri dari kedua orang tuanya yang kaya
raya cukup apik.
Hal-hal yang dialami Chris sepanjang perjalanan cukup menarik,
berteman dengan Wayne Westerberg, seorang pengelola peternakan di South Dakota,
berkendara ke meksiko dalam sebuat trailer "rubbertramps" bersama Jan
dan Rainey, mengalami sebuah roman tak selesai dengan gadis di bawah umur,
Tracy, bersahabat dan hampir diangkat menjadi anak oleh Ron Franz. Terakhir,
pergi ke padang liar Alaska, bertahan empat bulan isolasi, sampai tubuh
kelaparan nya ditemukan dalam sebuah bus ditinggalkan. Hal yang menyentuh saat
dia sadar di hampir meninggalnya, dia berkata, "I need your help. I am
injured, near death, and too weak to hike out of here. I am all alone, this is
no joke."
Kesalahan tidak membuat Chris unik, keberaniannya.
Melalui
film ini, keberanian itu masih ada.
jual viagra
BalasHapusviagra asli
obat kuat viagra
viagra jakarta
obat kuat jakarta
pil biru
jual viagra
viagra asli
obat kuat viagra
viagra jakarta
obat kuat jakarta
pil biru
toko viagra
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
viagra asli
viagra